Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
***
- Warta Injil Lukas hari ini berkisah tentang “Orang Samaria yang Baik Hati”. Diawali dengan pertanyaan seorang ahli Taurat kepada Yesus, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
- Pertanyaan ahli Taurat itu, menurut Lukas, diajukan untuk mencobai Yesus. Karena itu, Yesus tidak memberikan jawaban secara langsung to the point berupa ‘resep-resep’ jitu untuk memperoleh kehidupan kekal.
- Tentu Yesus juga berpikir, bagaimana mungkin seorang pakar di bidang hukum Taurat tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal.
- Maka, Yesus mengajukan pertanyaan balik kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?”
- Ahli Taurat itu menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
- Lalu kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”
- Perkataan Yesus ini membuat merah telinga ahli Taurat itu. Dia merasa malu sekali di hadapan orang banyak. Betapa tidak. Sebab, perkataan Yesus “Jawabmu itu benar, perbuatlah demikian maka engkau akan hidup” sebenarnya Yesus mau mengatakan, “Dari segi teori, Anda hebat, tetapi implementasinya telur bebek alias nol besar.”
- Tetapi ahli Taurat ini belum kapok juga. Dia berupaya menyelamatkan mukanya di hadapan orang banyak. Dikatakan: Tetapi untuk membenarkan dirinya, orang itu berkata kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Maka, topik pembicaraan sekarang beralih, dari ‘apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh kehidupan kekal’ ke ‘siapakah sesamaku manusia?’
- Di sini, Yesus tidak memberikan sebuah definisi atau batasan tentang siapakah sesama manusia itu. Dia memberi jawaban melalui sebuah kisah yang terkenal itu.
- “Sesama manusia” bagi orang Yahudi pada waktu itu adalah orang sebangsa (bangsa Yahudi), orang seagama (agama Yahudi), dan orang setanah air (Negara Yahudi). Sedangkan orang non-Yahudi (asing) tidak termasuk “sesama” bagi mereka.
- Orang Yahudi memandang diri lebih suci daripada bangsa lain. Sebetulnya, orang Samaria aslinya adalah orang Yahudi juga, tetapi mereka sudah bercampur dengan orang asing. Karena itu, mereka tidak diizinkan beribadat di Yerusalem. Mereka beribadat di Gunung Gerizim, Samaria.
- Di akhir kisah ini, Yesus bertanya, “Menurut pendapatmu, siapakah di antara ketiga orang itu menjadi sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”
- Ahli Taurat itu menjawab, “Orang yang telah menunjukkan belaskasihan kepadanya.” Seharusnya dia menjawab, “Orang Samaria.”
- Tetapi dia malu dan dia tidak berani menyebut langsung bahwa orang itu adalah orang Samaria. Sebab, hal itu akan merendahkan derajatnya sendiri, baik sebagai orang Yahudi maupun, dan terutama, sebagai ahli Taurat.
- Melalui Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati ini, Penginjil Lukas dalam mulut Yesus mengkritik pandangan sempit orang Yahudi tentang sesama. “Sesama manusia” menurut Yesus adalah semua orang, siapa saja yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan kita.
- Penginjil Lukas mengisahkan perumpamaan ini tidak sekadar untuk menjawab pertanyaan ahli Taurat. Dia ingin menunjukkan bahwa Yesus adalah orang yang berbelaskasih, yang membalut luka-luka yang sakit, dan yang menyembuhkan.
- Melihat konteksnya, kisah ini ditempatkan Lukas untuk menjawab pertanyaan: Siapakah seorang murid Yesus dan apakah ciri-cirinya.
- Bagi Lukas, murid Yesus bukanlah orang yang hanya membenarkan diri menurut hukum. Murid Yesus adalah orang yang berbelaskasih (Luk 10:25-37; bacaan Injil hari ini), melayani(Luk 10: 38-42; bacaan Injil besok), dan berdoa (Luk 11: 1-13; bacaan Injil lusa dan tula).
- Itulah ciri-ciri khusus seorang murid Yesus. Murid yang demikianlah yang “memperoleh hidup yang kekal”.
- Hari ini, kita memperingati Pesta SP Maria, Ratu Rosario. Rosario telah berabad-abad menjadi alat rohaniah yang membantu orang berdoa.
- Ada sebuah lagu menarik yang menggambarkan Rosario sebagai senjata rohaniah. Beginilah lagu itu. “Rosario, lambang suci, pengalah setan dan nafsu, pun musuh yang kejam. // Aku berdoa Rosario suci, mohon kurnia dan rahmat-Nya. Oh, lambang suci Rosario, alat senjata ajaib”.//
- Tentu saja Rosario bukan sebuah benda magis, tetapi daya doa yang ada di dalamnya itulah yang menolong umat manusia.
- Tradisi Rosario sebagai senjata rohaniah berasal dari kemenangan Armada Laut Katolik atas Armada Laut Islam (Ottoman dari Turki) pada 7 Oktober 1571 dalam Perang Lepanto. Paus Pius V, yang memberkati Armada Laut Katolik, melihatnya sebagai sebuah penyertaan Bunda Maria. Sejak itulah peringatan Rosario Suci diresmikan.
- Paus Gregorius XIII, Pengganti Paus Pius V, menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai Pesta SP Maria Ratu Rosario. Dan selanjutnya bulan Oktober dijadikan sebagai Bulan Rosario hingga pada saat ini.
- Mari kita rajin berdoa Rosario, khususnya selama bulan Rosario ini. Kita mohon bantuan Bunda Maria, agar Bunda Maria selalu mendoakan kita kepada Yesus, Putranya, tempat semua doa dipanjatkan dan dikabulkan. Per Mariam ad Jesum (Melalui Bunda Maria kepada Yesus).
Berkah Dalem. Deo Gratias. (McL. Batu, 07. 10. 2024; dari aneka sumber).