Kej 2: 18 – 24; Ibr 2: 9 – 11; Mrk 10: 2 – 16
Minggu, 06. 10. 2024
- Dalam Bacaan Pertama, Kitab Kejadian menandaskan bahwa pria dan wanita mempunyai kesamaan derajat, pasangan yang setara. “Tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej 2:23).
- Bagi orang Ibrani kuno, tulang dan daging menunjuk kepada pribadi seutuhnya. Demikianlah wanita adalah pribadi yang setara dengan pria, dan karena setara, maka wanita adalah pasangan yang sesuai.
- Dalam rencana Allah, wanita bersatu dengan pria sebagai penolong yang sederajat dan semartabat, hanya tugas dan tanggung jawab mereka berbeda. Wanita adalah bagian yang tak terpisahkan dari pria. Dia adalah teman yang sama derajat.
- Persatuan mereka begitu kuat dan akrab, sehingga tidak dapat diputuskan. Tak ada satu alasan pun yang bisa mengizinkan suatu perceraian. Maka dituntut kesetiaan dari pasangan suami-istri.
- Dalam Bacaan Injil, dikisahkan tentang pertanyaan orang-orang Farisi kepada Yesus, “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?” dan jawaban Yesus atas pertanyaan itu.
- Jawaban Yesus atas pertanyaan yang diajukan orang-orang Farisi itu sangat jelas.
- “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa memberi izin bercerai dengan membuat surat talak. Sebab dari awal mula, Allah menjadikan mereka pria dan wanita. Sebab itu, pria akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Dengan demikian mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mrk. 10:5 – 9).
- Jadi, Yesus menegaskan bahwa sejak awal mula Allah merencanakan satu perkawinan sebagai satu persekutuan seumur hidup antara seorang pria dan seorang wanita.
- Tujuannya adalah untuk kelahiran anak-anak dan pendidikannya, dan juga untuk saling mencintai dan saling melengkapi antara suami dan istri. Semuanya itu menuntut ikatan pertalian seumur hidup.
- Perceraian yang berusaha menghancurkan ikatan pertalian ini, melawan hukum Sang Pencipta yang berisikan apa yang paling baik demi kebahagiaan lahir-batin manusia.
- Kegagalan, kekecewaan, penderitaan, persoalan-persoalan yang timbul dalam hidup suami-istri tidak boleh mengecilkan hati pasangan yang menikah.
- Hanya melalui penderitaan dan kemalangan, orang akhirnya menikmati kemuliaan bersama Kristus.
- Dalam Bacaan Kedua, menurut Surat Kepada Orang Ibrani, Yesus yang menguduskan dan manusia yang dikuduskan saling berhubungan begitu erat satu dengan yang lain, karena mempunyai asal yang sama (Ibr 2:11). Karena itu, Yesus menerima manusia sebagai saudara-Nya. Kita semua adalah saudara-saudari Yesus.
- Dewasa ini, banyak hal yang tampaknya telah berubah. Orang memiliki gagasan yang berbeda mengenai perkawinan. Terjadi banyak kekecewaan dan kebingungan mengenai perkawinan.
- Bahkan ada orang-orang muda yang bertanya, “Apa gunanya menikah? Begitu banyak perkawinan yang berakhir dengan perceraian.” Banyak gadis yang mengeluh, “Perkawinan tradisional menindas kaum wanita.”
- Dalam kebingungan seperti itu, patutlah kita mendengarkan rencana Allah bagi pria dan wanita, seperti dikisahkan dalam bacaan-bacaan suci hari ini.
Berkah Dalem. Deo Gratias. (McL. Batu, 06. 10. 2024; dari aneka sumber).